Mujahadah Nisfusanah (setengah tahunan)
Mujahadah yang dilaksanakan secara berjamaah setiap 6
(enam) bulan sekali atau dua kali dalam setahun, oleh Pengamal se-Propinsi/Daerah
Khusus/Daerah Istimewa.
Penyelenggara
dan penanggungjawabnya adalah DPW PSW.
Sedangkan MUJAHADAH WAHIDIYAH atau lazim disebut MUJAHADAH adalah
pengamalan Sholawat Wahidiyah atau bagian dari padanya menurut cara/kaifiyah
yang ditentukan oleh Muallif Rodliyallohu ‘anhu, sebagai
penghormatan kepada Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam dan
sekaligus sebagai doa permohonan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala Tuhan
Yang Maha Esa, bagi diri pribadi dan keluarga, bagi bangsa dan negara, bagi
umat jamii’al ‘alamiin, bahkan bagi makhluk ciptaan Alloh Subhanahu
wa Ta’ala. Oleh karena itu, tidak ada kesesatan bagi orang yang berdoa bahkan orang bersholawat.
AJARAN WAHIDIYAH
a.
Yang dimaksud dengan Ajaran Wahidiyah adalah bimbingan
praktis lahiriyah dan batiniyah berpedoman kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits dalam
menjalankan tuntunan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam meliputi
bidang Islam, bidang Iman dan bidang Ihsan, mencakup segi syariat, segi
haqiqot/ma’rifat dan segi akhlak.
b. AJARAN WAHIDIYAH dirumuskan seperti
yang tertera dalam Lembaran Sholawat Wahidiyah, sebagai berikut:
·
LILLAH
Segala amal perbutan apa saja, baik yang
berhubungan langsung kepada Alloh dan Rosul-Nya Shollallohu ‘alaihi
wasallam, maupun yang berhubungan dengan masyarakat, dengan sesama makhluq
pada umumnya, baik yang bersifat wajib, sunnah atau yang mubah (wenang), asal
bukan perbuatan yang merugikan/bukan perbuatan yang tidak diridloi Alloh,
melaksanakannya supaya disertai niat dan tujuan untuk mengabdikan diri kepada
Alloh Tuhan Yang Maha Eesa dengan ikhlas tanpa pamrih! LILLAHI TA’ALA!
“LAA ILAAHA ILLALLOOH” (Tiada tempat mengabdi selain kepada Alloh),
“WAMAA KHOLAQTUL JINNA WAL INSA ILLA
LIYA’BUDUUNI” (Dan tiadalah AKU menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka beribadah kepada-KU) (Qs. Adz Dzaariyaat, 56)
·
BILLAH
Menyadari dan
merasa senantiasa kapanpun dan di manapun berada, bahwa segala sesuatu termasuk
gerak-gerik dirinya lahir batin, adalah ALLOH TUHAN MAHA PENCIPTA yang
menciptakan dan menitahkan-Nya. Jangan sekali-kali merasa, lebih-lebih mengaku
bahwa diri kita ini memiliki kekuatan atau kemampuan. “LAA HAULA WALAA
QUWWATA ILLA BILLAH” (Tiada daya dan kekuatan melainkan atas
kehendak ALLOH (BILLAH).
·
LIRROSUL
Di samping
berniat mengabdikan diri (beribadah) kepada Alloh seperti di atas, dalam segala
tindakan dan perbuatan apa saja, asal bukan perbuatan yang tidak diridloi
Alloh, bukan perbuatan yang merugikan, supaya disertai niat mengikuti jejak
tuntunan Rosuululloh, Shollallohu ‘alaihi wasallam, “YAA AYYUHAL LADZIINA AAMANUU ATHI’ULLOOHA WA
ATHI’UR ROSUULA WALAA TUBHTHILUU A’MAALAKUM”. (Hai orang-orang yang
beriman (BILLAH), taatlah kepada Alloh (LILLAH) dan taatlah kepada Rosul
(LIRROSUL), dan janganlah kamu merusak amal-amalmu). (Qs. Muhammad, 33).
·
BIRROSUL
Di samping
sadar BILLAH seperti di atas, supaya juga menyadari dan merasa bahwa
segala sesuatu termasuk gerak-gerik dirinya lahir batin (yang diridloi oleh
Alloh) adalah sebab jasa Rosuululloh Shollalloohu ‘alaihi wasallam, “WAMAA ARSALNAAKA ILLA ROHMATAL LIL’AALAMIIN”.
(Dan tidadalah AKU mengutus Engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi
seluruh alam). (Qs. Al-Anbiyaa, 107).
Penerapan LILLAH
BILLAH, dan LIRROSUL BIRROSUL seperti di atas, adalah
merupakan realisasi dalam praktek hati dari dua kalimat syahadat “ASYHADU
ALLAA ILAAHA ILLALLOOH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR ROSUULULLOOH” Shollalloohu
‘alaihi wasallam.
·
YUKTI KULLA DZII HAQQIN HAQQOH
Mengisi dan
memenuhi segala kewajiban, melaksanakan kewajiban di segala bidang tanpa
menuntut hak. Baik kewajiban-kewajiban terhadap Alloh Subhanahu Wa Ta’ala
Wa Rosulihi Shollallohu ‘alaihi wasallam, maupun
kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan masyarakat di segala bidang dan
terhadap makhluq pada umumnya.
·
TAQDIIMUL-AHAM FAL-AHAM TSUMMAL-ANFA’ FAL-ANFA’
Di dalam
melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut supaya mendahulukan yang lebih
penting (AHAMMU). Jika sama-sama pentingnya, supaya dipilih yang
lebih besar manfaatnya (ANFA’U). Hal-hal yang berhubungan
kepada Alloh wa Rosulihi Shollallohu ‘alaihi wasallam, terutama yang
wajib, pada umumnya harus dipandang “AHAMMU” (lebih
penting). Dan hal-hal yang manfa’atnya dirasakan juga oleh orang lain atau umat
dan masyarakat pada umumnya harus dipandang “ANFA’U” (lebih
bermanfa’at).